Sabtu, 31 Oktober 2015

iseng-iseng terinspirasi dari buku LDR



( Serang, 23 September 2014)

Udah, Jalani Aja
Singgasana surya telah pancarkan sinarnya.Mencoba mengintip lalu menyeruak masuk melalui celah-celah jendela kamar.Hangatnya menerpa wajah dan membuatku membuka mata.Aku mendengar burung-burung kecil bernyanyi seakan menyambut pagiku yang menyenangkan.
Drrtt….drrrrt….drrrtt….
Sebuah pesan baru tertera dilayar handphone.Segera kuraih handphone dan membukanya.Senyumku mengembang seketika membaca pesan dari seseorang yang sangat aku cintai.Lengkap sudah pagiku disambut dengan sejuta kebahagiaan.Tanpa menunggu waktu lagi, aku segera beranjak dari tempat tidur untuk menghirup sejenak udara pagi yang sejuk.
OMG Hello…… Selamat Pagi  ^_^
Banten. Sebentuk nama yang selama ini aku sanjung-sanjung. Nama yang tersemat dalam dasar lubuk hati.Nama itu pulalah yang mewarnai hidupku selama ini.Ia adalah kota dimana aku harus mempertaruhkan hidupku demi sebuah pendidikan. Pendidikan impianku yang sangat aku cintai.
Dua tahun lalu, aku datang ke Banten dengan restu orang tuaku untuk menimba ilmu dibangku kuliah.Keluargaku sendiri berada disebuah desa paling ujung utara Kota Purworejo.
Aku mengenal Untirta lewat sebuah lembaga bimbingan belajar yang bernama Ganesha Operation.Tutorku menyarankan memilih Universitas yang Passing Gradenya tergolong kecil, agar aku tetap bisa masuk ke Perguruan Tinggi Negri.Karena memang dari awal prioritas utamaku masuk Universitas Negri.
Sudah empat semester lebih aku menyandang status sebagai seorang Mahasiswa.Selama itu pulalah sudah aku rasakan pahit manisnya kehidupan.Entah karena masalah pribadiku, tugas kampus, atau jadwal kuliah dadakan dan dosen yang terkadang memberi harapan palsu.Semua aku lewati dengan penuh kesabaran, meski jenuh sempat hinggap dalam pikiran.Aku dan teman-temanku tetap semangat juang menikmati masa kuliah ini sampai sekarang.
Pemandangan senja ditempat aku dan teman-teman datangi memang selalu mengundang rindu.Seperti biasa, aku menghabiskan soreku ditempat itu bersama teman-temanku.Jaraknya hanya beberapa kilometer saja dari kosanku.
Sore itu kakak ku yang memang saudara perempuanku satu-satunya mengirim sebuah pesan melalui jejaring sosial.Kakak ku itu memang sangat baik hati.Aku jadi semakin rindu saja.
“Dek….,” panggilnya halus kepadaku.
“Iya mba, ada apa? Kangen aku ya?” ujarku sambil bercanda.
“Walaupun sekarang kita tidak bisa bersama-sama, kamu jangan sedih ya, jaga dirimu baik-baik.”
“Mba ko ngomong gitu sih? Adek kan ngga selamanya disini. Adek harus pulang.Adek disini hanya sekadar menimba ilmu.”
“Iya mba tau itu.Tapi kita engga tahu rencana Allah kedepan.Kita juga ngga tau dimana tempat tinggal nanti.Aku Cuma pengen adek bisa menerima kenyataan kalau engga selamanya kita bersama.”
Aku terdiam.Hanya air mata yang tumpah ruah mewakili perasaanku saat itu.Memang, masa kuliahku disini baru seumur jagung.Masih banyak semester yang harus aku tempuh. Artinya, aku akan pulang ke kampung halaman beberapa tahun lagi.

Tanpa aku sadari, memori otakku berputar 180 derajat mengingatkanku pada masa pertama aku datang ke Banten.
Adek hati-hati ya, jangan lupa kabari mba terus,” ucap kakak ku sembari membantu merapikan barang bawaanku.Sebentar lagi keretaakan berangkat.
“ Iya mba. Sudah tenang aja.”
Tak lama petugas keteta api terlihat melambai-lambaikan tangan kepada para penumpang untuk segera naik bus. Aku mencium tangan ibu, bapak dan kakak ku, dan akupun pamit.
“Dek hati-hati disana.Jaga diri baik-baik,” pesan kakak ku sebelum aku pergi.
“Mba juga hati-hati.Adek pasti baik-baik saja.”Ucapku sembari menahan air mata.
“Ya sudah, adek berangkat yaa.Assalamu’alaikum,” ucapku sembari berlalu.
“Wa’alaikumsalam, dek”. Jawab ibu,bapak dan kakak ku.
Satu menit kemudian kereta melaju perlahan meninggalkan stasiun Purworejo.Kulihat ibu,bapak dan kakak ku melambaikan tangannnya padaku.Aku membalas dengan senyuman dan lambaian tangan.Air mataku sudah mengalir deras sejak aku naik kreta.
Sekarang, stasiun kereta api sudah tak terlihat namun pandanganku masih belum beranjak. Aku masih menangisi atas kepergianku ini.Aku masih tak percaya ini terjadi begitu cepat.Sekarang tinggallah aku sendiri disini bersama kehidupanku yang baru, juga kenangan dan bayangan keluargaku disana.
Sudah beberapa bulan aku menjalani hari-hari tanpa kehadiran keluargaku.Kesibukan keluargaku disana membuat kami jarang berkomunikasi.Entah kesibukan di tempat kerja, kesibukan di rumah, atau kesibukan bersama teman dan tetangganya.
Ibuku  berprofesi sebagai seorang guru di Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif NU, sekolah dimana aku belajar saat usia SD. Bapak aku juga seorang guru di SD N Guyangan yang cukup jauh dari rumah. Sedangkan kakak ku sudah bekerja di sebuah minimarket yang memang cukup jauh pula.Awal aku disini, keluargaku masih lumayan sering menghubungiku.Namun lama-kelamaan waktu yang kami miliki semakin sempit.Kakak ku mulai jarang menghubungiku.
Hari, minggu, dan bulan akan aku lewati dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Pagi berganti malam, sampai malam berganti pagi lagi, semua terasa hambar.Kadang bahagia, lebih sering sedih.Kadang tersenyum namun ceria itu dengan mudahnya kandas oleh air mata.
Seperti burung yang kehilangan sebelah sayap, begitulah diriku.Mencoba bertahan dengan keadaan yang menyiksa.Apalagi beberapa hari lalu kakak ku mengatakan sesuatu yang membuatku semakin gila. Ibu dan bapak PLGP di jogja! Tidak bisa diganggu.Padahal PLPG itu memakan waktu sepuluh hari.
Sudah kucoba untuk menyibukkan diri namun tetap saja, bayangan keluargaku selalu menghantui dan mengundang air mata.Dalam keadaan ramai pun kesedihan tentang keluargaku masih enggan pergi dari pikiranku.
Dek..,” suara bapak ku di seberang sana melalui handphone.
“Iya be, babe lagi apa?”
“babe lagi istirahat. Kamu udah makan belum? Sehat kan? Uang saku kamu masih ada?”
“Udah be,Alhamdulillah  aku sehat dan uang saku ku masih ko. Babe udah makan belum? Babe juga sehat kan?” Tanya ku.
“Babe udah makan tadi bareng-bareng temen babe.Dek, kamu jaga kesehatan jangan telat makan.Babe disini sibuk banget, mungkin babe akan jarang menghubungi adek.”
“Ngga papa be, babe fokus PLPG dulu jangan mikirin aku disini, aku baik-baik saja. Aku pengen babe sama ibu lulus ujiannya. Pokoknya babe ngga usah mikirin aku yang macem-macem.”
“Iya dek, doain babe sama ibu. Kamu di jaga sholatnya yaa..”
“Iya be, InsyaAllah. Aku akan menjaga sholatku.”
Suasana hening seketika.Sebisa mungkin aku menahan air mata yang sudah dipelupuk mata.Aku tak ingin bapak ku mendengar aku menangis.
Suara anak-anak yang keliling lingkungan kosan sambil memukul kentongan membangunkan orang sahur, cukup sukses membangunkanku.Kuraih handphone untuk menelepon orang tuaku.Nomornya sudah di alihkan panggilan.Kali ini benar-benar tak ada keluargaku yang menemani waktu sahurku.
Mungkin benar kata bapak, bapak dan ibuk benar-benar sibuk.Tak terasa cairan bening mulai mengalir membasahi pipiku.Kupeluk guling erat-erat sambil membayangkan orang tua dan kakak ku yang aku peluk. Aku seperti sudah gila! Mungkin sebentar lagi aku benar-benar gila!
Bapak, ibu, mba lagi apa disana? Kalian baik-baik saja kan? Tau enggak? Adek kangeeeeeen banget sama kalian !adek disini enggak pernah berhenti mikirin kalian. Adek selalu doain biar kalian di sana selalu baik-baik saja. Adek selalu sabar nungguin kabar kalian. I Love you my family. I miss you : ’( : - *
Begitulah isi tulisan singkatu di Microsoft Word yang aku simpan sebagai diary mini.Sebenarnya banyak yang ingin aku tulis mengenai perasaan ini, tapi hati sudah tak kuat menahan rindu yang terasa begitu menyakitkan.Air mata sudah tak mampu ku bendung lagi membasahi keyboard laptop.
Ramadhan tahun ini sungguh berbeda dari tahun lalu. Bulan penuh berkah setahun lalu penuh dengan kenangan manis. Ngabuburit bersama, membelikan makanan dan minuman kesukaanku untuk berbuka, jalan-jalan setelah salat tarawih.Semua dikemas dengan penuh cinta dan kemesraan. Sementara, tahun ini hanya bisa mengenang kenangan manis itu tanpa bisa mengulanginya lagi.
Rinduku benar-benar berkarat kepada keluargaku.Tak ada detik maupun menit yang aku lewatkan tanpa memikirkan mereka.Rindu yang mencekik ini sudah membuat jiwaku semakin lemah.
Assalamu’alaikum dek.,” Sapa ibu dan bapak ku di telepon siang itu.
“Wa’alaikumsalam, babe ibuk,” jawabku bersemangat.
“Maaf ibuk sama babe baru bisa hubungi lagi.Mumpung lagi isoma.”
“ih ibu babe, adek kangen,”
Lanjut ke obrolan hangat dan candaan khas kami kembali terjalin. Setengah jam lebih kami bercengkerama lewat telepon dengan penuh kebahagiaan.
Akhirnya kututup telepone dengan sejuta kebahagiaan. Walau akan berkomunikasi saat-saat tertentu, sudah sangat berarti bagiku. Tidak akan kusia-siakan waktu yang sempit ini dengan membuang percuma kesempatan yang ada.
Segala cobaan akan terasa indah bila kita melaluinya dengan ikhlas dan sabar, walau rasanya sangat menyiksa. Semua itu hanyalah menjadi benteng pertahanan agar kita menjadi manusia yang pandai bersyukur, dan mendewasakan diri sendiri.Jarak memang kejam telah memisahkan aku dan keluargaku bermil-mil jauhnya.Namun tak ada yang bisa memisahkan hati kami. Hanya waktu yang akan merenggut aku dari keluargaku.
Catatan:
Pada suatu waktu, panah cinta pada pendidikan telah menjadikan seorang insan terpaut dalam satu kisah.Sayang, bukan restu atau perbedaan status bak dongeng-dongeng cinta yang memisahkannya dengan keluarga.Melainkan jarak yang membuatnya dengan keluarga tak bisa leluasa bersua kapan saja.
Sejak itu semua tersa pedih, rindu dendam, galau.Hanya sayup-sayup sapa dan kabar dari seberang yang bisa menawar duka hati.
Saat rindu sudah meletup, laut dan gunung pun tak akan menyiutkan nyali. Meski uang tinggal sepeser, hidup seadanya, apapun akan dijalani demi pertemuan-singkat dengan keluarga menjadi begitu berharga.
Tumpukan tiket akan menjadi saksi bisu perjuangan itu. Stasiun cinta yangakan bercerita tentan seorang insan yang akhirnya bersua dengan keluarga. Demi apa? “ Tentu demi cinta. Cintanya pada pendidikan dan keluarga.” Begitu ujar seorang distancer

Dava Ayyu




Tentang Penulis
Dava Ayyu, adalah nama pena dari Dyah Ayu Febriani. Seorang penulis pemula yang masih mencari jati diri. Terlahir di kota Purworejo pada tanggal 15 Februari 1994. Penulis berhijab ini tercatat sebagai mahasiswi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, semester lima ( genap ) di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Gadis pecinta bulan yang menyukai sastra sejak kelas empat SD, namun baru bergabung dalam dunia kepenulisan sejak September 2014. Saat ini baru menghasilkan satu karya tulis yang berjudul “ Udah, Jalani aja”.
Awalnya dia menyukai puisi, karena puisi baginya seperti aliran darah; mengalir dalam seluruh tubuh dalam hidup. Kegiatannya sekarang adalah kuliah dan menulis dengan setatus Sosial Media sebagai korbannya.dunia
Putri bungsu pasangan bapak Suyadi dan ibu Rokhayah ini ingin sekali menekuni dunia kepenulisan. Menulis baginya adalah membahasakan apa yang sedang dipikirkan hati dan bermimpi suatu saat nanti bias menerbitkan buku tentang kumpulan impiannya.
Fb : Dyah Ayu Febriani
( Dava Ayyu )
CP : 085729554161

1 komentar: